Abdulloh Faqih

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

TAKHRIJ HADIS TENTANG TASYABUH DENGAN KAUM (KAFIR)

A. PENDAHULUAN

Sumber pokok ajaran Islam adalah al Qur`an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Kedua sumber itu tidak hanya dipelajari dilembaga-lambaga pendidikan saja, tetapi juga disebarluaskan ke berbagai lapisan masyarakat. Seluruh ayat yang terkandung dalam al Qur`an tidak dimasalahkan oleh umat Islam dalam segi periwayatannya. Seluruh lafal yang tersusun dalam setiap ayat tidak pernah mengalami perubahan, baik pada zaman Nabi maupun pada zaman setelah Nabi. Jadi, kajian yang banyak dilakukan oleh umat Islam terhadap al Qur`an adalah kandungan dan aplikasinya, serta yang sehubungan dengannya.

Untuk hadis Nabi, yang dikaji tidak hanya kandungan dan aplikasi petunjuknya, serta yang berhubungan dengannya saja, tetapi juga periwayatannya. Penelitian terhadap periwayatan Hadis menjadi sangat penting karena sebagian dari apa yang dinyatakan oleh masyarakat sebagai hadis Nabi, ternyata saja setelah diteliti dengan seksama, pernyataan-pernyatan tersebut sangat lemah (dha`if) untuk dinyatakan sebagai sesuatu yang disandarkan kepada Nabi. Bahkan tidak sedikit juga jumlah pernyataan yang dikatakan sebagai hadis Nabi, ternyata menurut hasil penelitian, pernyataan-pernyatan itu sama sekali tidak memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai hadis Nabi; dalam Ilmu Hadis pernyataan-pernyataan tersebut disebut sebagai hadis palsu atau hadis maudhu`. Dalam hadis Nabi juga ada yang menyebutkan tentang interaksi antara berbagai kaum, termasuk kaum Muslimin, Yahudi, Nasrani, dan orang-orang kafir lainnya.

Sejarah telah menginformasikan bahwa jauh sebelum kedatangan agama Islam dipelataran Makkah dan Madinah, umat Yahudi dan Nasrani sudah giat dan semangat menyebarkan agama yang telah turun kepada mereka. Begitu pula al Qur`an telah menginformasikan bahwa Nabi Isa telah mengajak kaum Yahudi untuk memeluk agama yang dibawanya, agama yang mempunya hubungan “emosional” dengan agama yang dibawa Nabi Musa yang diajarkan kepada kaum Yahudi.

Kontak antara ketiga agama ini terjalin sejak zaman Nabi Muhammad. Dan mendapatkan kondisi dan situasi yang produktif dan efektif ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Komunitas Yahudi dan Nasrani kala itu sudah menempati Jazirah Arabia. Posisi yang strategis dan dominan dimiliki oleh kaum Yahudi di Madinah dan Khaibar. Sedangkan kaum Nasrani mempunyai kekuatan dan pengaruh yang cukup kuat didaerah Najran.

Sebagai salah satu bukti dari interaksi itu dapat diketahui dengan peristiwa yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW. Diantaranya adalah peristiwa yang dialami Nabi Muhammad SAW ketika menerima wahyu pertama di gua Hira`. Waraqah ibn Naufal, seorang pendeta Nasrani mengetahui dan memahami bahwa yang datang kepada Muhammad adalah Malikat Jibril yang juga pernah datang kepada Nabi Musa dan Nabi Isa. Hal tersebut diperolehnya dari informasi yang diasamapaikan oleh kitab sucinya, Injil. Disisi lain Nabi Muhammad juga membangun perjanjian dan kesepakatan dalam menghadapi umat yang heterogen tersebut. Perjanjian itu memuat tentang peraturan hidup antar komunitas, antar agama, ras dan budaya yang berbeda di Madinah. Perjanjian itu dikenal dengan piagam Madinah atau Konstitusi Madinah. Banyak para pemikir yang menyatakan bahwa perjanjian ini adalah yang pertama kali dalam sejarah kedupan manusia.

Dari kisah ini ada sebuah catatan penting bahwa perbedaan agama dalam kehidupan mereka tidak menjadi faktor pemecah belah persatuan dan kesatuan, api penyala konflik, dan perpecahan antar sesama. Tetapi realitas yang dijalani oleh masyarakat ini mempunyai rasa penghormatan yang tinggi terhadap keyakinan seseorang terhadap agama. Disisi lain, terdapat sebuah hadis yang menyatakan tentang tasyabuh (menyerupai) dengan suatu kaum (kafir), maka orang yang menyerupai termasuk kaum tersebut. Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah bagaimana validitas hadis tersebut, bagaimana latar belakang sosio-historisnya. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis melakukan takhrij sederhana terhadap hadis tersebut.

B. TAKHRIJ HADIS

1. Hadis tentang tasyabuh dengan Orang Kafir

Berdasarkan pencarian hadis dalam Maktabah Syamilah edisi II hadis-hadis tentang tasyabuh dengan orang kafir yang memiliki redaksi sama, penulis menemukan dalam 4 kitab hadis. Karena redaksi hadis tersebut hampir beragam, maka penulis hanya akan melakukan takhrij satu hadis saja, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. Secara lebih rinci penulis sampaikan dalam tabel berikut:

No Perawi Jalur Riwayat No. Hadis Jumlah

1. Abu Dawud Usman ibn Abi Syaibah 3512 1

2. Ahmad Muhammad ibn Yazid,

Abu Nadhr 4868, 4869, 5409 3

3. Thabrani Musa ibn Zakariya 8572 1

4. Syihab al Qadha`i Hasan ibn Muhammad al Anbariy 372 1

Jumlah Hadis 6

1. Sunan Abu Dawud juz 11 hlm. 48 no. 3512

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ ثَابِتٍ حَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي مُنِيبٍ الْجُرَشِيِّ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

2. Musnad Ahmad Juz 10 hlm. 404 no. 4868

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ يَعْنِي الْوَاسِطِيَّ أَخْبَرَنَا ابْنُ ثَوْبَانَ عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي مُنِيبٍ الْجُرَشِيِّ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُعِثْتُ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

3. Musnad Ahmad Juz 10 hlm. 405 no. 4869

حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ ثَابِتِ بْنِ ثَوْبَانَ حَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي مُنِيبٍ الْجُرَشِيِّ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

4. Musnad Ahmad Juz. 11 hlm. 446 No. 5409

حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ ثَابِتِ بْنِ ثَوْبَانَ حَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي مُنِيبٍ الْجُرَشِيِّ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذُّلُّ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

5. Mu'jam Ausat Li al Thabrani Juz 18 hlm. 140 no. 8562

حدثنا موسى بن زكريا ، ثنا محمد بن مرزوق ، نا عبد العزيز بن الخطاب ، ثنا علي بن غراب ، عن هشام بن حسان ، عن ابن سيرين ، عن أبي عبيدة بن حذيفة ، عن أبيه ، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : « من تشبه بقوم فهو منهم » « لم يرو هذا الحديث عن هشام بن حسان إلا علي بن غراب ، ولا عن علي إلا عبد العزيز ، تفرد به : محمد بن مرزوق »

6. Musnad al Syihab Qodho'i juz. 2 hlm. 141 no. 372

أخبرنا أبو القاسم الحسن بن محمد الأنباري ، ثنا أبو بكر ، محمد بن أحمد بن مسور ثنا مقدام ، ثنا علي بن معبد ، ثنا عبد الله بن المبارك ، عن الأوزاعي ، عن سعيد بن جبلة ، قال : حدثني طاوس ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « من تشبه بقوم فهو منهم »

2. Penelusuran Sanad

Hadis yang penulis takhrij adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. Jalur sanadnya adalah: Abu Dawud - Usman ibn Abi Syaibah - Abu Nadhr - Abdurrahman ibn Tsabit - Hassan ibn Athiyyah - Abu Munib al Jurasyi - Ibnu Umar - Rasulullah.

1. Usman ibn Abi Syaibah

Nama lengkapnya adalah Usman ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn Usman al Abasi. Nama kun-yahnya adalah Abu al Hasan, sedangkan laqobnya adalah Ibnu Abi Syaibah. Beliau adalah termasuk golongan kibar al akhidzin dari tabi` al atba`. Beliau lahir pada tahun 156 Hijriyah dan wafat pada tahun 239 Hijriyah. Diantara perawi yang meriwayatkan hadis darinya adalah Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al Nasa`i, dan Ibnu Majah. Guru-guru Usman ibn Abi Syaibah diantaranya adalah Hasyim ibn al Qasim ibn Muslim al Laitsiy, Ishaq ibn Mansur al Saluli, Abu Ismail Ibrahim ibn Sulaiman, Ahmad ibn Ishaq al Hadhrami, Ismail ibn Iyas, Hatim ibn Ismail al Madani, Husain ibn Isa al Hanafi, Jarir ibn Abd al Hamid. Adapun murid-muridnya diantaranya adalah Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibn Majah, Ibrahim ibn Asbat, Ibrahim ibn Ishaq al Harbi, Ibrahim ibn abi Thalib al Naisaburi, Tamim ibn Muhammad al Faris. Menurut Ibnu Hajar beliau termasuk rawi yang tsiqoh, hafidh, dan syahir. Sedangkan menurut al Dzahabi beliau termasuk rawi yang hafidh.

2. Abu Nadhri

Nama lengkapnya adalah Hasyim ibn al Qasim ibn Muslim al Laitsiy. Nama kun-yahnya adalah Abu al Nadhr, dan nama laqobnya adalah Qaishar. Beliau termasuk golongan atba` al tabi`in kecil. Lahir pada tahun 134 Hijriyyah dan wafat pada tahun 207 Hijriyah. Yang meriwayatkan hadis darinya adalah Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al Tirmidzi, al Nasa`i, dan Ibnu Majah. Guru-gurunya diantaranya adalah Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tsauban, Ibrahim ibn Saad, Ibrahim ibn Abdullah ibn al Haris, Ishaq ibn Said al Qurasyi, Bakar ibn Khanis, Zahir ibn Muawiyah, Sulaiman ibn al Mughirah, dan Syu`bah ibn al Hajjaj. Murid-muridnya diantaranya adalah Abu Bakar Abdullah ibn Muhammad ibn Abi Syaibah, Ahmad ibn Said al ribathi, Ahmad ibn Hanbal, Hamid ibn Yahya al Balkhi, Hajjaj ibn al Sya`ir, Hasan ibn Arafah, dan Hasan ibn Muhammad al Duri. Menurut Ibnu Hajar beliau termasuk rawi yang tsiqoh tsabat. Sedangkan menurut al Dzahabi beliau adalah rawi yang tsiqah dan hafidh.

3. Abdurrahman bin Tsabit

Beliau mempunyai nama lengkap Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tsauban al Anasi. Nama kun-yahnya adalah Abu Abdullah al Syami al Dimasyqi. Beliau termasuk golongan atba` al tabi`in besar. Beliau lahir tahun 75 Hijriyah dan wafat pada tahun 165 Hijriyah di Baghdad. Yang meriwayatkan hadis darinya adalah Bukhari, Abu Dawud, al Tirmidzi, al Nasa`i, dan Ibnu Majah. Guru-gurunya adalah Hassan ibn Athiyyah, Aban ibn Abi Iyas, Bakar ibn Abdullah al Mazini, Tsabit ibn Tsauban, Hamid al Thawil, Khalid ibn Ma`dan, dan Ziyad ibn Abi Saudah, dll. Adapun murid-muridnya adalah Abu Nadhr Hasyim ibn Qasim, Umar ibn Abbdul Wahid, Ghassan ibn al Rabi` al Kufi, abu Muthrif al Mughirah, al Walid ibn Muslim, dll. Menurut Ibnu Hajar beliau adalah termasuk rawi yang shaduq. Sedangkan menurut al Dzahabi beliau adalah termasuk rawi tsiqah.

4. Hassan bin Athiyah

Nama lengkapnya adalah Hassan ibn Athiyyah al Maharibiy. Kunyahnya adalah Abu Bakar al Syami al Dimasyqi. Beliau termasuk tabi`in pada masa pertengahan, wafat pada tahun 120 Hijriyyah. Yang meriwayatkan hadis darinya adalah Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al Tirmidzi, al Nasa`i, Ibnu Majah. Guru-gurunya diantaranya adalah Abu Munib al Jurasyi, Muslim ibn Yazid, Abu Abdullah Muslim ibn Misykam, Nafi` maula Ibnu Umar, Abu shalih al Asy`ari, dan Abu Darda`, dll. Murid-muridnya diantaranya adalah Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tsauban, Abu muid Hasf ibn Ghilan, Abdurrahman ibn Amr al Auza`i, Yazid ibn Yusuf al Shan`ani, dll. Menurut Ibnu Hajar beliau termasuk rawi yang tsiqah, faqih, dan abid. Sedangkan menurut al Dzahabi beliau termasuk rawi yang tsiqah dan abid.

5. Abu Munib al Jurosyi

Abu Munib al Jurasyi mempunyai nama lengkap Abu al Munib al Jurasyi al Syami al Dimasyqi. Beliau mempunyai nama laqob al Ahdab. Beliau termasuk golongan tabi`in pada masa pertengahan. Yang meriwayatkan hadis darinya adalah Abu Dawud. Guru-gurunya adalah Abdullah ibn Umar ibn Khattab, Amr ibn Ash, Mu`adz ibn Jabal, Abu Hurairah, abu Atha` al Yahburi, dan Said ibn Musayyab. Murid-muridnya adalah Hassan ibn Athiyyah, Tsaur ibn Yazid, Dawud ibn Abi Hindi, Zaid ibn Waqid, Ashim al Ahwal, dll. Menurut Ibnu Hajar beliau termasuk rawi yang tsiqoh. Al Dzahabi juga menilai beliau sebagai rawi yang tsiqah.

6. Ibnu Umar

Ibnu Umar mempunyai nama lengkap Abdullah ibn Umar ibn Khatthab al Qurasyi al Adawi. Nama Kun-yahnya adalah Abu Abdurrahman al Makky al Madani. Beliau termasuk golongan sahabat, wafat pada tahun 73 atau 74 Hijriyah. Yang meriwayatkan hadis darinya adalah Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al Tirmidzi, al Nasa`i, dan Ibnu Majah. Adapun guru-guru beliau dalam periwayatan hadis diantaranya adalah Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar al Shiddiq, Zaid ibn Tsabit, Bilal, Saad ibn Abi Waqqash, Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Rafi` ibn Khadij, Abdullah ibn Mas`ud, Usman ibn Thalhah, Shuhaib ibn Sinan, Chafshah, Aisyah, dan Abu Said al Khudri. Murid-muridnya diantaranya adalah Abu Munib al Jurasyi, Abu Sahl, Abu Sauda`, Abu Shadiq al Naji, Abu al Fadhl, dll. Menurut Ibnu Hajar dan al Dzahabi beliau adalah termasuk sahabat yang adil dan watsiqah. Hal ini karena golongan sahabat sudah maklum `adalah-nya.

Berdasarkan penelusuran sanad tersebut, dapat diketahui bahwa semua rawi hadis ini adalah rawi tsiqah. Walaupun tingkatannya ada yang tsiqah tsabat maupun tsiqah shaduq. Adapun melihat ketersambungan perawi dengan Rasulullah SAW sampai pada rawi terakhir, maka hadis ini digolongkan hadis marfu`, oleh karena itu hadis ini dapat digolongkan hadis shahih sanadnya.

3. Penelusuran Matan

Berdasarkan redaksi hadis yang hampir semua seragam, tidak ada perbedaan yang substansial, tidak bertentangan dengan akal sehat, dan tidak bertentangan dengan al Qur`an maupun hadis-hadis lain; maka matan hadis tersebut adalah shahih. Akan tetapi yang menarik, hadis ini dalam riwayat Ahmad adalah ujung (tharf) dari hadis riwayat Ahmad tersebut.

C. MENYIKAPI HADIS

Secara historis, pada masa permulaan Islam, banyak pergaulan sosial diantara umat Islam, Nasrani, dan Yahudi. Mereka membentuk masyarakat yang satu, perkawanan pribadi, kerjasama bisnis, dan bentuk-bentuk aktifitas lainnya. Ini menunjukkan bahwa pada masa itu sudah terjalin hubungan yang harmonis antara umat umat Islam dengan umat yang lain, khususnya Yahudi dan Nasrani.

Hal tersebut akan kelihatan lain, jika yang dihadapi oleh orang kafir selain Yahudi dan Nasrani yang selanjutnya penulis sebut dengan kafir Makkah. Secara sosial kaum kafir Makkah selalu memusuhi kaum Muslimin dalam berbagai aspek kehidupan baik yang bersifat ritual peribadatan maupun sosio-kultural. Bahkan kafir Makkah selalu memerangi kaum Muslimin. Hal ini berbeda dengan Yahudi dan Nasrani yang masih menjalin kerjasama dengan kaum Muslimim terutama dalam hal ekonomi dan sosial, bukan ibadah dan aqidah. Atas dasar tinjauan sosio-historis tersebut dapat diketahui tentang kondisi setting sosial pada masa kafir Makkah berhadapan dengan Rasulullah.

Selanjutnya, jika kondisi tersebut penulis hadapkan pada hadis tentang larangan tasyabuh (menyerupai) dengan orang kafir, maka larangan tersebut cukup wajar. Karena dua hal:

Pertama, larangan hadis ini bagi Yahudi dan Nasrani adalah larangan menyerupai dalam perhiasan dan simbol-simbol yang dipakai oleh Yahudi dan Nasrani. Alasannya, karena dalam hal ibadah dan aqidah kaum Muslimin telah mempunyai aturan tersendiri, tak terkecuali dalam masalah pakaian dan perhiasan, apalagi yang bersifat simbol keagamaan khusus. Dengan demikian, sangatlah tepat Rasulullah dalam hadis ini.

Kedua, larangan hadis ini agar tidak menyerupai orang kafir secara umum, maupun secara khusus Makkah sangat relevan. Alasannya, karena selain secara aqidah dan ibadah kaum Muslimin dilarang menyerupai kaum kafir, orang-orang kafir ketika itu juga memerangi kaum Muslimin. Dengan demikian, alasan bagi kafir tentu lebih banyak dan lebih kuat, agar kaum muslimin tidak meyerupainya.

Hukum Menyerupai Orang Kafir

Permasalahan tentang menyerupai orang kafir merupakan masalah yang sudah banyak dikaji oleh berbagai kalangan. Namun, sebelum penulis menjelaskan tentang hukum menyerupai orang kafir, maka penulis akan menjelaskan terlebih dahulu tentang pengertian menyerupai orang kafir.

Yang dimaksud menyerupai (tasyabuh) orang kafir dalam hadis ini adalah memakai pakaian yang ditentukan hanya untuk golongan itu sendiri, pakaian itu baik atau jelek sekalipun. Misalnya, memakai lencana salib, dan berpakaian yang menunjukkan bahwa itu bukan pakaian orang Islam. Hal ini berdasarkan keputusan dalam Mukatamar II masalah nomor 33 dalam Mukatamar Nahdlatul Ulama`.

Berdasarkan hasil Muktamar II tersebut dan keterangan dalam kitab Fath al Bari juz X menjelaskan: Sesungguhnya yang dilarang menyerupai, ialah menyerupai dalam pakaian dan lain sebagainya, bukan menyerupai dalam hal yang baik (menurut syariat Islam).

Kesimpulan dari pernyataan ulama` tentang berbusana dengan busana orang kafir adalah, jika dalam berbusana dengan busana mereka itu karena adanya rasa suka kepada agama mereka dan bertujuan untuk bisa serupa dengan mereka dalam syiar-syiar kafir, atau agar bisa bepergian dengan mereka ketempat peribadatan mereka; maka dalam dua hal tersebut orang itu dianggap kafir juga. Namun jika tidak ada tujuan seperti itu, yakni hanya sekedar bisa menyerupai mereka dalam syiar-syiar hari raya, atau sebagai media agar bisa bermuamalah dengan mereka dalam hal-hal yang diperkenankan; maka orang tersebut hanya berdosa. Jika orang itu setuju dengan busana orang kafir tanpa sesuatu tujuan apapun, maka hukumnya makruh.

Adapun kesimpulan lain dari pendapat Syaikh Abu Muhammad ibn Abi Hamzah ialah, pengertian dhahiri dari hadis tersebut adalah untuk membuat jera dari penyerupaan pada segala hal. Demikian halnya yang dipahami dari dalil-dalil yang lain, bahwa yang dimaksud adalah menyerupai dalam busana dan sebagian sifat-sifat orang kafir, dan bukan menyerupai dalam hal kebaikan.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh al Munadi dan al Alqami dalam Aun al Ma`bud Syarah Sunan Abi Dawud menjelaskan bahwa kata tasyabuh dalam hadis tersebut adalah menyerupai orang kafir didalam pakaian, dan sebagian perilakunya. Sementara al Qari dalam Aun al Ma`bud Syarah Sunan Abi Dawud juga menjelaskan bahwa barang siapa menyerupai orang kafir, atau orang fasiq, atau orang ahli tasawuf; maka ia termasuk pada golongan itu. Artinya termasuk didalam hal kebaikan jika yang diserupai baik, dan termasuk dalam kejelekan jika yang diserupai jelek.

Dengan demikian, penulis menyikapi hadis ini sebagai hadis yang sanadnya shahih. Oleh karena itu dapat dijadikan hujjah (sebagai pijakan hukum). Adapun mengenai hukum menyerupai orang kafir adalah dilarang, dengan catatan jika dalam berbusana dengan busana atau sebagian perilaku mereka itu karena adanya rasa suka kepada agama mereka dan bertujuan untuk bisa serupa dengan mereka dalam syiar-syiar kafir, atau agar bisa bepergian dengan mereka ketempat peribadatan mereka.

D. PENUTUP

Berdasarkan penelusuran sanad dan matan hadis tersebut diatas, maka hadis ini termasuk hadis yang shahih, karena para perawinya termasuk dalam kategori tsiqah. Hadis ini dilihat dari ketersambungan para perawinya juga dapat dikategorikan sebagai hadis marfu`, karena ketersambungan perawi yang sanadnya sampai kepada Rasulullah. Indikatornya adalah dapat dilihat dari tahun wafat para perawi hadis ini.

Dari sisi materi hadis, penulis menyikapi hadis ini sebagai hadis yang sanadnya shahih. Oleh karena itu dapat dijadikan hujjah (sebagai pijakan hukum). Adapun mengenai hukum menyerupai orang kafir adalah dilarang, dengan catatan jika dalam berbusana dengan busana atau sebagian prilaku mereka itu karena adanya rasa suka kepada agama mereka dan bertujuan untuk bisa serupa dengan mereka dalam syiar-syiar kafir, atau agar bisa bepergian dengan mereka ketempat peribadatan mereka.

Akhirnya semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat. Penulis selalu mohon saran dan tegur sapa keilmuan dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini. Wallahu A`lam.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, juz 11, CD al Maktabah al Syamilah, edisi II

__________, Sunan Abu Dawud, juz 11, CD Mausu`ah al Hadits al Syarif (Kutub al Tis`ah)

__________, Aun al Ma`bud Syarah Sunan Abu Dawud, CD Mausu`ah al Hadits al Syarif (Kutub al Tis`ah)

Ahmad, Musnad Ahmad, Juz 10, CD al Maktabah al Syamilah, edisi II

______, Musnad Ahmad, Juz 11, CD al Maktabah al Syamilah, edisi II

Al Qodho`i, Musnad al Syihab Qodho'I, juz 2, CD al Maktabah al Syamilah, edisi II

Gibb, H.A.R, Mohammedanism, London: Oxford University Press, 1953

Ismail, M Syuhudi, Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingkar, danPemalsunya, Jakarta: Gema Insani Press, 1995

Madjid, Nurcholish, Islam Agama Membangun Peradaban; Membangun Makna Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 2000

Thabrani, Mu'jam Ausat Li al Thabrani, Juz 18, CD al Maktabah al Syamilah, edisi II

Tim LTN NU Jawa Timur, Ahkam al Fuqaha`, Surabaya: Lajnah Ta`lif wan Nasyr NU Jawa Timur, 2007

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Masya Allah, paparan yang luar biasa. Tapi sebaiknya dijadikan beberapa episode. Sukses selalu dan barakallahu fiik

12 Dec
Balas

Mksh byk... mksh byk sarannya bu... new comer... hehehe

12 Dec
Balas



search

New Post